Candi Cetho: Penciptaan Mereka yang Samad

img_5377
Cetho Temple

Menapaki jalan setapak yang terus naik, mendaki lereng Gunung Lawu, sebuah gunung berapi aktif yang menjulang lebih dari 3000 meter di Pulau Jawa. Kami berada di lebih dari 40 kilometer sebelah utara Wonogiri, kota dimana kami berangkat lebih awal di pagi hari. Jalanan agak tampak suram dengan kios-kios usang dan billboard di kedua sisi jalan yang sekarang telah digantikan oleh panorama desa dan ladang yang menghijau.

Berjarak 10 kilometer di barat laut lereng gunung api yang pulas, terletak perjanjian dalam suatu periode sejarah Indonesia ketika paham Hindu yang kuat sekali secara bertahap digantikan oleh Islam sebagai agama dominan di Jawa. Dibangun pada abad ke 15 ketika kebanyakan masyarakat pesisir telah memeluk Islam, Candi Cetho (dibaca Ceto) tidak hanya terlihat sangat berbeda dari candi-candi kuno Jawa lainnya, tapi juga kurang memiliki kecakapan dari para penduhulunya. Continue reading “Candi Cetho: Penciptaan Mereka yang Samad”

Candi Sukuh: Erotisisme dan Seni Bercinta

Angin sejuk khas Gunung Lawu menyentuh kulitku. Bukit hijau dan langit biru yang tahir membuat kombinasi sempurna. Menenangkan mata. Pun seluruh pancaindraku pasti mengitik dan manja, kurasa. Sambutan yang manis setelah lebih kurang 1 jam 20 menit berkendara dari Wonogiri, bersama kawanku: Ahmad Fadillah. Lereng gunung relatif terpencil ini menawarkan apa yang setiap lereng gunung lain miliki: suasana tenang dan udara segar. Tapi ada suatu yang sangat kuno berdiri di tempat ini, 910 meter di atas permukaan laut dan berkilo-kilo jaraknya dari kota terdekat, menunggu untuk dieksplorasi.

Sayang seribu sayang, setibanya di kawasan candi hujan turun sebentar. Kami berdua dipaksa menepi ke sebuah warung lokal. Memesan 2 gelas teh panas dan 2 mangkok mie rebus. Setelah itu sulut rokok. Mantap kali! Continue reading “Candi Sukuh: Erotisisme dan Seni Bercinta”

Lebih Baik di Laut

Di darat sudah tak lagi sehat. Orang-orang bicara pakai urat, saling umpat. Ada yang katanya hina Quran, Ulama, sampai Pancasila. Awas hati-hati nanti kualat. Mereka lupa, bahwasanya mereka hanya alat, dari sekelompok orang yang miliki hasrat. Baik atau jahat.

Mbok ya rukun, guyub ngono lo…
Kan gampang tinggal mufakat. Ah, sudahlah… Supaya tetap waras dan sehat. Lebih baik ke laut saja, sambil mancing ikan abat.

Blog at WordPress.com.

Up ↑